Jabartandang.com,” – Cirebon., Gubernur Jawa Barat terpilih periode 2025-2030, Dedi Mulyadi, mengambil langkah tegas dalam reformasi pendidikan di Jawa Barat. Ia menegaskan bahwa sekolah dilarang melakukan pungutan dalam kegiatan apapun, termasuk study tour hingga pelajaran renang.
“Sekolah tidak boleh menyelenggarakan kegiatan yang membebani siswa dengan pungutan, termasuk study tour dan renang,” ujar Dedi melalui akun Instagram resminya, @dedimulyadi71, pada Jumat, 7/02/2025.
Lebih lanjut, Dedi juga melarang praktik transaksi dagang di lingkungan sekolah. Ia menegaskan bahwa sekolah harus menjadi tempat belajar yang bebas dari tekanan ekonomi, baik bagi siswa maupun guru.
“Sekolah tidak boleh jadi ladang transaksi perdagangan. Tidak ada lagi jual buku, jual LKS, atau seragam di sekolah,” tegasnya.
Kebijakan ini diambil sebagai bagian dari upaya menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan adil. Dedi menyadari bahwa praktik transaksi di sekolah sering kali menimbulkan kecurigaan dan tekanan psikologis, terutama bagi para guru dan kepala sekolah.
Dedi juga memastikan bahwa anggaran dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan difokuskan pada kebutuhan yang benar-benar krusial. Ia berkomitmen mendukung kegiatan ekstrakurikuler serta kebutuhan sekolah yang sering muncul secara mendadak.
“Kami akan mengalokasikan anggaran dengan baik agar semua pihak bisa mengajar dengan tenang dan fokus pada tujuan utama: mencerdaskan rakyat Jawa Barat,” jelasnya.
Dalam kebijakan terbaru ini, pengelolaan keuangan sekolah juga akan mengalami perubahan signifikan. Dedi memastikan bahwa kepala sekolah tidak lagi dibebani tugas mengelola anggaran, termasuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Keuangan BOS tidak lagi dikelola oleh kepala sekolah karena ini beban berat bagi mereka,” ujarnya.
Sebagai gantinya, pengelolaan keuangan akan sepenuhnya ditangani oleh tim administrasi di masing-masing sekolah. Untuk tingkat sekolah dasar, koordinasi akan dilakukan dengan pemerintah daerah agar tersedia tenaga administrasi yang profesional.
Dengan kebijakan ini, Dedi berharap sistem pendidikan di Jawa Barat bisa berjalan lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan siswa serta tenaga pendidik.
Langkah ini patut diapresiasi sebagai upaya menghapus pungutan liar yang selama ini membebani siswa dan orang tua. Namun, tantangan utama adalah bagaimana implementasi kebijakan ini bisa diawasi secara efektif. Selain itu, perlu transparansi lebih lanjut mengenai bagaimana Pemprov Jabar akan menjamin pendanaan bagi kegiatan ekstrakurikuler dan kebutuhan mendadak lainnya. Tanpa mekanisme yang jelas, sekolah bisa mengalami kendala dalam menjalankan program yang selama ini bergantung pada kontribusi orang tua.(Burhan)