Jabar-tandang.com,” Cirebon., – Peristiwa pencurian sepatu jamaah kembali mencoreng kesucian rumah ibadah. Kali ini, kejadian berlangsung di Masjid Raya At-Taqwa, Jalan RA Kartini, Kota Cirebon, pada Senin siang, (6/10/2025.)
Petugas keamanan masjid berhasil mengamankan seorang pria berinisial ASN alias Nunu, warga Jalan Simaja Utara, Kelurahan Drajat, Kecamatan Kesambi. ASN alias nunu tertangkap basah saat berusaha membawa kabur sepatu milik jamaah yang tengah melaksanakan salat.
Pelaku langsung digiring ke Pos Satpam Masjid At-Taqwa untuk diperiksa. Dari hasil interogasi awal, terungkap fakta mengejutkan – ASN diduga merupakan putra dari mantan Wali Kota Cirebon, Nashrudin Azis, yang kini tengah menjalani masa tahanan di Rutan Klas I Cirebon atas kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon.
Petugas keamanan, Rohman, mengungkapkan bahwa pelaku sudah lama dicurigai.
“Aksinya sempat terekam CCTV. Kami sudah lama memantau gerak-geriknya,” tegas Rohman.
Setelah diamankan, ASN diserahkan kepada pihak Polsek Utara Barat (Utbar) untuk pemeriksaan lebih lanjut. Polisi masih mendalami motif di balik tindakannya.
Namun di balik kasus ini, muncul pertanyaan yang lebih dalam: apa yang sebenarnya terjadi di sekitar lingkungan rumah ibadah kita?
Masjid, sebagai tempat suci dan pusat kegiatan umat, seolah kehilangan rasa aman dari hal-hal sepele namun mengusik hati, seperti pencurian sandal dan sepatu jamaah. Peristiwa ini bukan sekadar soal kehilangan barang, melainkan isyarat bahwa nilai kejujuran dan tanggung jawab sosial di sekitar masjid perlu terus menerus ditumbuhkan kembali.
Bagi para pengurus masjid, peristiwa ini menjadi cermin untuk memperkuat sistem keamanan, namun juga memperluas sentuhan dakwah sosial. Bukan hanya menegakkan disiplin, tetapi juga menumbuhkan rasa empati bagi siapa pun yang mungkin tersesat dalam tekanan hidup.
Karena masjid bukan hanya tempat sujud, tapi juga tempat menyelamatkan manusia sebelum salah langkah menjadi jalan gelap yang panjang.
Catatan Redaksi:
Kasus pencurian di lingkungan masjid, siapapun pelakunya, hendaknya tidak sekadar dipandang sebagai pelanggaran hukum semata, tetapi juga lebih jauh kita melihat inilah tanda adanya kekosongan nilai di sekitar kita.
Masjid dan jamaahnya diharapkan tidak berhenti pada tindakan represif semata, namun juga membangun ekosistem kepedulian dan rehabilitasi sosial.
Karena pada akhirnya, keamanan sejati rumah ibadah bukan hanya dijaga oleh tembok dan kamera, tetapi oleh hati yang terus harus saling menjaga. (Hans/red)